Haruskah Keluar Dari Organisasi Hanya Karena Merasa Jenuh Dan Sulit Saat Menjalani Prosesnya?
Credit: Fanpop & Iconfinder |
Hai buat pembaca yang sudah request artikel, ada kabar baik nih buat kamu, saya update artikelnya senin malam ini. Thanks ya udah ngirim pertanyaan via comment box blog ini, lewat tulisan ini, saya mau jawab pertanyaan dari kamu yang udah request sebelumnya. Ada dua orang yang request, pertama itu ada Farhan, kedua ada Tahta. Here are their question about how to overcoming boredom in campus or school organization:
Pertanyaan pertama dari Farhan, "Gimana sih alur birokrasi yang benar kalau kita mau keluar dari organisasi?" Kalau mau keluar atau bahasa sopannya sih mengundurkan diri dari organisasi, ada langkah mudah yang bisa kamu lakukan untuk melakukannya. Berikut jawabannya:
Pertama, temui ketua organisasi sekolahmu, kalau itu osis, temui ketua osisnya, atau kalaupun kamu enggak ikutan osis dan gabung dengan organisasi basis peminatan seperti basket, rohis, english club dan organisasi lainnya, sama, temui ketuanya.
Kedua, utarakan maksud pengunduran dirimu dengan jelas pada ketua organisasimu. Biasanya ia akan menanyai alasanmu ingin keluar organisasi. Kalau ia mengizinkanmu mengundurkan diri, si ketua ini akan memberikan tugas pada sekertaris untuk menghapus nama kamu dalam SK kepengurusan. Berhubung Farhan jadi sekertarisnya, Farhan bisa mengurusnya sendiri, hapus nama kamu dari list SK organisasi, lalu serahkan SK yang sudah tidak ada nama Farhan tersebut ke pihak pembina organisasi, biasanya kalau osis ada pembinanya, berikan pada beliau, tentu enggak harus kamu yang ngasih ya, bisa ketua yang menyerahkan SK-nya, sudah, as simple as that.
Last, hal penting lainnya yang harus kamu lakukan itu, bantu ketuamu untuk mencari anggota lain yang pantas menurutmu untuk menempati posisimu sebagai sekertaris, ya walaupun sebenarnya ketua umum punya hak prerogatif buat menunjuk anggota sekehendaknya sih, tapi ada baiknya kamu melakukan itu supaya nantinya organisasi yang kamu tinggalkan bisa berjalan dengan baik seperti sedia kala, khususnya dalam administrasinya.
Pertanyaan kedua dari Tahta, "Wajar enggak sih kalau gue ngerjain 3 program kerja organisasi sekaligus sedangkan gue sekarang lagi bener-bener ada di titik jenuh terbawah gue dan gue bener-bener capek hati selama ngejalaninnya karena gue juga baru 2 bulan aktif di ukm mapala. Gue harus lanjut atau mundur?" Khusus pertanyaan ini, formatnya enggak step by step seperti jawabannya Farhan, saya akan membahasnya dengan detail dan semoga jawaban dari saya ini bisa membantu ya.
Begitu saya dapet pertanyaan seperti ini, saya malah jadi bertanya-tanya lho, Ta. Kok bisa-bisanya ada satu anggota yang dijadiin ketua pelaksana buat 3 program kerja sekaligus gitu.
Terlebih Tahta baru dua bulan gabung sama ukm mapalanya, kalau masih dua bulan, status keanggotaannya itu masih jadi kader. Tugasnya pun belum meng-handle program kerja langsung, kader itu lebih seringnya dibimbing sama kakak-kakak pengurus yang menjabat di ukm di periode sekarang.
Orang yang paling bertanggungjawab untuk melaksanakan program kerja itu pengurus, bukan kader lho, Ta.
Kalau pun harus melibatkan kader swaktu menjalankan program kerja, rasionalisasi yang wajar itu ya karena kekurangan anggota atau ingin membimbing kader supaya siap menjalankan program kerja begitu Tahta jadi pengurus nanti, tapi ya, ketua pelaksananya tetep dari pengurus yang sekarang, bukan kader.
Kalau baca ceritanya Tahta barusan, kamu udah ditunjuk jadi ketua pelaksana buat tiga program kerja sekaligus. Saya pikir, itu enggak wajar, satu program kerja itu normalnya dipegang oleh satu orang aja, dua program kerja lainnya bisa di-handle sama dua orang yang berbeda.
Tujuannya, biar kamu bisa fokus sama satu program kerja aja, kalau fokusnya banyak jalanin tiga program kerja gitu, enggak baik juga buat Tahta, kan pastinya ada anggota lain di ukm yang bisa dibagi tugas buat jalanin dua program kerja lainnya.
Misalnya, ukm mapala kamu ngadain event perekrutan anggota baru, lokasi pelaksanaannya di gunung Rinjani, ya, ketua pelaksana program kerja ini kamu. Trus ada lomba khusus ukm mapala tingkat nasional, yang handle jangan kamu lagi, tapi temen-temen anggota ukm yang lain.
Selain itu juga, Tahta bakalan kesusahan ngatur waktu buat jalanin tiga program kerja dan kuliah dalam seminggu, dan itu benar-benar melelahkan.
Kalau diminta buat lanjut atau mundur, ada dua skema yang bisa dilakuin untuk kasus yang Tahta alami, dua skema ini bisa dijadikan pertimbangan Tahta buat nentuin pilihan masih mau lanjut di organisasi atau menyudahinya, here they are:
Pertama, kamu bisa mengusulkan ke pengurus ukm mapala untuk dicarikan dua anggota lain biar ada yang ngerjain dua program kerja lainnya, kalau usulannya disetujui, kamu bisa fokus mengerjakan satu program kerja dan bisa tetep lanjut. Kalau usulannya enggak diterima, kamu bisa mempertimbangkan apakah lebih banyak manfaatnya buat kamu ketika memaksakan diri ngerjain 3 program kerja sekaligus atau malah sebaliknya, silahkan buat keputusan dan sampaikan pula keputusanmu itu pada pengurus ukmnya.
Kedua, kalau kamu tetep diharuskan ngerjain tiga program kerja, konsekuensinya harus bisa ngatur waktu biar ketiganya bisa berjalan. Misal, fokus selesaiin satu program dulu, begitu selesai, lanjut ke dua program lainnya. Inget ya, harus dikerjakan satu persatu, kalau dikerjain ketiganya sekaligus, bisa gagal fokus dan berantakan yang ada. Well, kita kan bukan smartphone yang bisa multi-tasking, ya, jadinya harus dilakuin satu-persatu.
So, mau lanjut atau udahan aja? Silahkan dipertimbangkan ya, soalnya yang menjalani aktifitas organisasinya kan Tahta, saya hanya memberikan pendapat saya sesuai dengan keadaan yang kamu alami. Saya harap jawabannya bisa membantu ya. :)
Sebagai penutup artikel ini, saya mau berbagi pengalaman nih mengenai rasa jenuh selama jadi pengurus di himpunan mahasiswa dan BEM Fakultas.
Saya harus mengakui kalau pada suatu waktu, saya juga pernah merasa jenuh saat menjadi pengurus di organisasi. Tidak hanya saya saja, namun teman-teman anggota saya pun merasakan hal yang sama. Biasanya, saya dan teman-teman himpunan suka jalan-jalan gitu buat ngilangin jenuh, ya harus refreshing gitu bareng mereka, kalau enggak ke puncak, ya ke pantai, jadi, seusai liburan, jenuhnya bisa agak terobati dan bisa fokus lagi ngejalanin program kerja di organisasi.
Saya pikir, kalau keluar dari organisasi hanya karena jenuh itu kurang bagus sih, soalnya, mau ngelakuin kegiatan apapun pasti ada titik jenuhnya, ibarat kita hobi banget makan seafood, kalau dikasih menu yang sama setiap hari dalam 3 bulan, ya sama jenuh-jenuh juga. So, biar tetep enjoy berorganisasinya ya kita harus mau dan siap jalanin prosesnya.
Percaya deh, pas udah mau selesai kepengurusan, malah kangen banget sama temen-temen seangkatan di organisasi, yang biasanya kumpul bareng di graha mahasiswa, eh udah gak akan kumpul seperti sedia kala lagi, dan bagian yang selalu saya yakini itu, berorganisasi itu enggak sia-sia loh guys, malah bisa dapet banyak manfaatnya, contohnya, saya ini introvert banget sewaktu semester satu, seiring dapet kesempatan terus buat menyampaikan pendapat di forum rapat organisasi, saya malah jadi percaya diri, semua ini bisa saya dapatkan karena menikmati segala macam prosesnya, mulai dari awal hingga akhir kepengurusan.
Udah itu aja, semoga artikel ini bisa bermanfaat ya buat yang request dan pembaca di blog ini.
Bagaiamana artikel ini menurutmu?
Support Daily Blogger Pro
11 komentar
Seriusan. Hehe :D
Ada dua penyebab sih kenapa dia keluar dari organisasi.
Pertama: Karena sistem atau suasana di organisasi itu enggak bagus, alih-alih dapet manfaat, eh malah dapet sebaliknya. Biasanya sih kalau sistemnya gak ada masalah, problemnya ada di kepengurusan. Misalnya anggota yang aktif jadi pengurus ada yang rese lah, program kerjanya ngotot harus dibantuin sama kita, eh pas giliran program kerja kita butuh orang, dianya kabur. Hiks, sakit. Wkwk :D
Kedua, mau fokus kuliah kakak. :D
Ya, jujur aja ka, mau itu ikut organisasi atau pun kerja sekalipun, kegiatan apa sih yang enggak pernah nyita waktu kita? Keduanya pastinya nyita waktu. Ya, kalo bisa ngatur waktu antara kuliah dan organisasi biasanya oke oke aja, kalau sebaliknya, udah deh, dia kuy say good bye tanpa ada kabar alias "Get out from organization." Ya walaupun faktanya ngimbangin kuliah dengan organisasi itu gak semudah ngomong, selagi kita konsekuen dengan pilihan kita, ya gak masalah sih. Beda kalo sama bocah2 yang aktif di organisasi trus berantakan kuliahnya dan nyalah-nyalahin organisasi yang udah ngebuat kuliah dia berantakan, oh well, itu kan pilihan dia, it means, dia enggak bertanggungjawab dengan pilihannya sendiri.
paling nggak ngerti kalau ada orang yang belain lulus lama dengan IPK yang ya gitu deh hanya demi organisasi. kalau bisa seimbang semua sih bagus, emang gitu harusnya :)
Iya bener, ijazah itu pasti diliat juga pada akhirnya, sama seperti yang ka Ninda bilang, kan itu udah jadi prasyarat wajib buat administrasi pas ngelamar kerja.
Thanks udah main kesini ya ka Ninda. :D
Menurut gue, yang penting itu kalo ikut organisasi gak mengganggu prioritas kita yang lainnya.
Btw, solusinya mantep nih, Gung! Kudu bijak juga ya kalau mau keluar. Kudu bisa cari pengganti yang kiranya bisa bertanggung jawab. :D
Lagipula sdh situasi pandemi ini orang tua jga ngk mengijinkan saya untuk harus aktif mengikuti kegiatan² itu
Kecuali klo penting betul baru di ijinkan keluar rumah.terkadang jadi pertimbangan sebaiknya pertemua rapat² organisasi tidak seharusnya diadakan terus minimal 2bulan sekali itu pun yg dibahas mungkin pembaharuan aturan saja